Senin, 31 Desember 2007

Nikah Lewat Internet Pertama di Arab Saudi

Seorang pemuda Arab Saudi yang sedang belajar di AS tercatat sebagai warga Saudi pertama yang menikah lewat internet dengan gadis sedaerahnya.

M.A. Al-Hassan, demikian nama sang pemuda asal Propinsi Al-Ahsa, Saudi, seperti dilaporkan pers setempat, Minggu (16/12), memutuskan untuk menikah dengan gadis pilihan orang tua karena akan menuntut ilmu cukup lama di negeri Paman Sam itu.

Namun karena urusan perkuliahan yang ketat, ia tidak bisa mudik ke kampung sehingga keluarganya mencarikan jalan keluar dengan menikah lewat alam maya.

Nah, untuk pernikahan yang baru terjadi ini, setelah kedua keluarga setuju, selain foto dikirim lewat email, calon kedua mempelai saling melihat lewat internet.

Al-Hassan akhirnya langsung jatuh cinta dan menyatakan setuju menikah.

Selanjutnya, akad nikah dilakukan lewat alam maya secara resmi lengkap dengan keberadaan penghulu.

Acara pesta sederhana dilangsungkan di Al-Ahsa, kemudian tak beberapa lama sang istri diantar keluarga ke bandara King Fahd di Al-Dammam untuk terbang menemui sang suami di Amerika.

Source: ANTARA News

Kerajaan Arab Saudi Undang Warga Indonesia Ibadah Haji

Kerajaan Arab Saudi mengundang sekitar 100 warga negara Indonesia untuk menunaikan ibadah haji. Para undangan akan berangkat ke tanah suci hari ini.


"Kami diundang sebagai tamu Kerajaan Arab Saudi," kata Wakil Ketua MPR A.M. Fatwa ketika dihubungi Tempo.

Seluruh undangan berkumpul di gedung Atase Agama Kedutaan Besar Kerajaan Arab Saudi pukul 07.00 WIB. "Rombongan akan berangkat nanti siang," ujarnya.

Fatwa mengatakan undangan itu bukan pertama kali bagi dirinya. Rencananya, Fatwa akan menunaikan ibadah haji bersama putrinya. Salah satu staf pribadi Fatwa akan ikut ke tanah suci. Dia mengaku tidak tahu siapa saja undangan yang akan menunaikan ibadah haji.

Dia menegaskan keberangkatannya menunaikan ibadah haji tidak menggunakan jalur reguler sehingga kuota jamaah haji dari Indonesia tidak berkurang.

Sebelumnya, Menteri Agama Maftuh Basyuni menyatakan akan membatasi intensitas ibadah haji warga negara Indonesia hanya satu kali. Fatwa mendukung kebijakan itu. Alasannya, ibadah haji memang diwajibkan satu kali dalam ajaran Islam.

Source: tempointeraktif.com

Polisi Arab Saudi Bekuk Tersangka Pengikut Garis Keras

Pasukan keamanan Arab Saudi menangkap tersangka anggota Al-Qaeda yang merencanakan serangan selama pelaksanaan Ibadah Haji, demikian laporan stasiun televisi resmi Kerajaan itu, Jumat, saat jamaah Haji melaksanakan rangkaian terakhir Ibadah Haji di Makkah.

Sementara itu stasiun televisi Al-Arabiya, yang berpusat di Dubai, Uni Emirat Arab, dengan mengutip keterangan sumber keamanan yang tak disebutkan jatidirinya melaporkan para tersangka tersebut bermaksud "menimbulkan kekacauan keamanan" selama pelaksanaan Ibadah Haji. Lebih dari dua juta orang Muslim menunaikan Rukun Islam Kelima itu tahun ini.

Para tersangka ditangkap di berbagai kota besar di Kerajaan tersebut beberapa hari sebelum dimulainya pelaksanaan Ibadah Haji, Senin, kata pejabat itu. Namun Al-Arabiya seperti dikutip Reuters tidak menyebutkankan berapa orang yang diciduk.

Ibadah Haji, salah satu rangkaian ibadah terbesar di dunia, dalam beberapa tahun terakhir telah dinodai oleh kebakaran, ambruknya hotel, bentrokan antara polisi dan pemrotes serta desak-desakan maut akibat terlalu banyak orang.

Namun saat jamaah mendekati bagian akhir dari rangkaian ibadah lima hari mereka, Jumat, di tengah pengawasan ketat polisi guna menghindari orang berdesak-desakkan, tak ada laporan mengenai peristiwa besar tahun ini.

Satu sumber keamanan mengatakan serangan belum direncanakan di kota suci Makkah atau di tempat lain pelaksanaan Ibadah haji.

Jamaah menunaikan Tawaf Wada` di Ka`bah, bangunan kuno dari batu yang menjadi arah kiblat saat umat Muslim melaksanakan shalat setiap hari.

Kebanyakan jamaah Haji sebelumnya melaksanakan Jumrah, yang mewakili proses melempari iblis dan meninggalkan Mina menuju Makkah --yang terletak tak berjauhan. Mereka yang tak dapat pergi hingga matahari terbenam menginap pada malam ketiga di daerah tersebut.

Proses itu berlalu tanpa kejadiaan berbahaya di Jamarat, tempat kecelakaan selama Ibadah Haji sebelumnya. Di tempat tersebut berdiri tiga pilar batu yang kini diubah jadi tembok pipih sehingga lebih banyak jamaah Haji dapat melaksanakan Jumrah.

Sejak sebanyak 362 orang wafat pada Januari 2006 akibat berdesak-desakkan di Jamarat, kecelakaan Haji terburuk dalam 16 tahun, pemerintah Arab Saudi telah menyelesaikan lebih dari separuh proyek prasarana yang sangat besar dan bernilai lebih dari satu miliar dolar AS.

Jamaah Haji sekarang dapat melontar Jumrah di tiga tingkat dan tingkat keempat masih dibangun.

Arab Saudi, pengeksport minyak terbesar di dunia dan lokasi tempat suci umat Muslim, telah khawatir terhadap tindakan kelompok fanatik.

Hari Jumat, polisi menerapkan sistem satu-arah ketat guna mencegah orang berdesak-desakkan dan mendesak jamaah agar meninggalkan tas mereka di luar.

Source: ANTARA News

Minggu, 16 Desember 2007

Pasukan Anti Teror Dilibatkan Untuk Mengamankan Ibadah Haji


Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi sudah menyiapkan pasukan untuk mengamankan ibadah haji tahun ini. Sementara itu, ribuan jemaah haji dari berbagai negara telah tiba di Mekkah, hari ini.

Persiapan pengamanan ibadah haji digelar di Mekkah, yang dihadiri Menteri Dalam Negeri Arab Saudi Pangeran Nayeb Ibnu Abdul Aziz dan Menteri Pertahanan Arab Saudi. Selain ribuan personel, pengamanan ibadah haji tahun ini juga melibatkan sejumlah alat militer berat dan helikopter.

Dalam sambutannya, Nayeb mengatakan Tuhan memang melindungi Kota Suci Mekkah. Namun, hal ini tidak akan membuat Arab Saudi lengah dan akan tetap siaga mengantisipasi segala kemungkinan.

Keselamatan jemaah haji menjadi isu krusial dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Hal ini untuk mencegah terulangnya tragedi, seperti yang terjadi tahun lalu saat 300 jemaah haji meninggal karena terinjak-injak di jembatan Jamarat saat akan melempar jumroh. Tahun ini diperkirakan dua juta jemaah haji mengikuti ibadah. Sebagian dari mereka telah memenuhi Mekkah untuk mengikuti ritual haji yang akan dimulai Selasa pekan depan.

Parade Aparat Keamanan Arab Saudi Mengamankan Haji


Menteri Dalam Negeri Arab Saudi, Pangeran Nayef Ibnu Abdul Aziz memimpin parade tentara dan polisi yang akan mengamankan jalannya ibadah haji.

Kendaraan militer dan helikopter turut ambil bagian dalam parade yang juga dihadiri pejabat senior Arab Saudi baik dari Kementerian Dalam Negeri maupun Kementerian Pertahanan.

Parade juga diisi dengan gelar pasukan antiteror dan atraksi terjun payung. Untuk mengamankan ibadah haji, Pemerintah Arab Saudi akan menyebar polisi dan tentara serta petugas keamanan lainnya di sejumlah titik.

Aksi ini bertujuan agar para jemaah haji bisa aman dan khusuk menjalankan ibadah haji.

Untuk tahun ini diperkirakan sekitar dua juta orang yang akan melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci Mekkah.

Selasa, 11 Desember 2007

Pengumuman: Awal Dzulhijjah 10 Desember, Arafah 18 Desember, Idul Adha 19 Desember 2007

Pemerintah Arab Saudi telah menetapkan hari Arafah 9 Dzulhijjah 1428 H jatuh pada hari Selasa, 18 Desember 2007. Dengan demikian Idul Adha 10 Dzulhijjah jatuh pada Rabu 19 Desember 2007. Penetapan hari Arafah dan Idul Adha ini berdasarkan sidang Majelis Qadha‘ (Dewan Pengadilan) Tertinggi Arab Saudi yang diteken pada 30 Dzulqa’dah bertepatan dengan 10 Desember 2007.

Berikut pengumuman Majelis Qadha Tertinggi yang ditulis dengan bahasa Arab. *detikcom* mendapatkan salinannya, Selasa (11/12/2007) dan telah diterjemahkan oleh Staf Teknis Urusan Haji Konsulat Jenderal RI Jeddah:

Pada hari ini, Majelis Qadha’ Tertinggi telah mengeluarkan pengumuman sebagai berikut : Alhamdulillah. Salawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad , dan kepada keluarga serta sahabatnya. Bahwa secara hukum syariah Majelis Qadha’ Tertinggi telah menetapkan masuknya bulan Dzulhijjah tahun ini 1428 H pada malam Senin tanggal 10 Desember 2007 M berdasarkan kesaksian sejumlah saksi yang adil dan dipercaya. Dengan demikian Wukuf di Arafah jatuh pada hari Selasa tanggal 18 Desember 2007 M dan hari raya idul Adha jatuh pada hari Rabu tanggal 19 Desember 2007 M. Majelis Qadha Tertinggi dengan mengumumkan hal ini kepada segenap umat muslimin, memohon kepada Alllah SWT agar melepaskan umat muslimin dari segala kesusahan, dan menjauhkan mereka dari segala musibah dan cobaan, memberikan kemudahan bagi para jamaah haji dalam melaksanakan ibadah haji, mengampuni dosa-dosa kita semua, dan menerima amal ibadah umat muslimin di manapun berada, memaafkan kesalahan-kesalahan mereka, menyatukan mereka dalam hidayah, mempererat hubungan sesama mereka, menganugerahkan mereka agar dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban agama, dan menguatkan mereka dengan kebenaran serta menegakkan kebenaran dengan mereka. Sesungguhnya ia(Allah) Maha mendengar dan Maha mengabulkan doa. Salawat kepada Nabi kita Muhammad, dan kepada keluarga serta sahabatnya. Majelis Qadha’ Tertinggi dengan anggota tetapnya : 1. Nasir bin Ibrahim Al Habib (anggota) 2. Ghaihib bin Muhamad Al Ghaihib (anggota) 3. Muhammad bin Al Amir (anggota) 4. Muhammad bin Sulaiman Al Badr (anggota) 5. Saleh bin Muhammad Al Lehaidan (Ketua Majelis)

Source: http://www.detiknews.com/

Saudi umumkan, Wuquf 18 Desember dan Idul Adha 19 Desember 2007

Majlis Qadha atau Dewan Pengadilan Tinggi Kerajaan Saudi Arabia mengeluarkan pernyataan tentang tanggal 1 Dzul Hijjah 1428 H jatuh pada hari Senin atau bertepatan dengan tanggal 10 Desember 2007.

Dengan demikian, hari Arafah akan jatuh pada tanggal 18 Desember 2007 (9 Dzul Hijjah) dan Idul Adha pada tanggal 19 Desember 2007 (10 Dzul Hijjah).

Ketetapan ini dikeluarkan setelah adalah kepastian terkait jatuhnya awal bulan Dzulhijjah pada malam hari Senin kemarin, yang dikeluarkan oleh Keterangan Dewan Pengadilan Tinggi yang juga menjadi Institusi Resmi Pemantau Hilal Dzul Hijjah di Saudi.

Disebutkan, “Dipastikan secara resmi dari Majlis Qadha A’la, bahwa masuknya bulan Dzul Hijjah 1428 H, adalah malam hari Senin bertepatan dengan tanggal 10 Desember, dengan sejumlah saksi yang dipercaya telah menyaksikan hilal. Dengan demikian, wuquf di Arafah jatuh pada hari Selasa 18 Desember 2007 dan Idul Adha Al-Mubarak jatuh pada 19 Desember 2007. ”

Pengumuman itu dikeluarkan untuk seluruh kaum Muslimin, dengan iringan do’a agar Allah swt melimpahkan keberkahannya kepada umat Islam di manapun berada, mencabut semua penderitaan dan fitnah atas mereka, mempermudah para jamaah haji dalam menunaikan ibadahnya. Juga agar Allah swt mengampuni segala dosa yang dilakukan, menghimpun persatuan hati di antara kaum Muslimin dan memenangkan mereka dengan al-haq.

Perlu diketahui, tercatat 1, 2 juta haji telah sampai dari berbagai negara ikut melakukan ibadah haji di tanah haram. Diperkirakan jumlah ini akan terus bertambah hingga mencapai 1, 5 juta orang.

Source: http://www.eramuslim.com/

Undangan Shalat Idul Adha 1428H di berbagai kota/daerah

Informasi Shalat Iedul Adha 1428 H, pada hari Rabu 19 Desember 2007 (10 Dzulhijjah 1428H), serentak di berbagai kota/daerah di seluruh Indonesia:
  1. JAKARTA, di Lapangan Parkir Timur Gelora Bung Karno, Senayan Jakarta Selatan, pukul 06.30 WIB, Khatib/Imam: Ustadz M. Hijrah Dahlan (DPP HTI). Cp. M. Shodiq Ramadhan (021-71220254, 081-334-765-830).
  2. TANGERANG, [1] di Lapangan A. Yani, Kota Tangerang; Khatib: Ust. Muhammad Al-Fakkar (Ketua DPD II HTI Tangerang; Imam: Ust Tarmizi Abdullah, SE (DDII Tangerang); CP: Mahfudz Ali (021-99946958). [2] di Masjid al-Imam al-Bukhori, Fasum Utama Komplek Gardenia Extension Citra Raya. Khatib: Ust Agus Hermawan, Imam: Ust Agus Hermawan; CP Masduki Asbari (021-68628626; 0813-17827997). [3] di Lapangan Parkir Plasa Kutabumi, Kutabumi Pasar Kemis Tangerang, Khatib: Ust Rahmat Nur; Imam: Ust Muhammad Farid; CP Abu Farah (021-938196334); Fadhil (0813-15489814).
  3. BOGOR, di Lapangan Parkir Botani Square Jam 06.30, Khotib: Ust. Agung Wisnuwardana, S.Hut, Imam: Ust. Usman Ubaidy Rofiuddin, S.Ag.
  4. SUKABUMI, di Halaman Graha Qalbun Salim, Pkl. 06.30, Khotib: Muh. Dania, S.Sos, Imam: Abu Ma’syah.
  5. BANDUNG. Kota Bandung: di Lapangan Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat, Jl. Dipati Ukur Bandung, pukul 06.30 wib, khotib: K.H. Agus Achyar. Bandung Barat: di Lapangan Tani Mulya Ngamprah, Khatib/Imam: Drs. Nasin. Rancaekek: di Pintu Gerbang I Bumi Rancaekek Kencana, Khatib: Ustadz Roni Ruslan, Imam: Ustadz Abdus Syukur.
  6. PURWAKARTA, Lapangan Parkir TOSERBA YOGYA, Jl. Sudirman, Purwakarta Pukul. 06.30, Imam: Ustadz Adam Malik, Khotib: Ust. Abdullah Ahmad, CP. Abu Hamzah (0816 842 819).
  7. CIMAHI, di Masjid al-Ikhlas, jln Sukajaya, Khatib/Imam: H. Budi Mulyana.
  8. GARUT, di Lapangan Olahraga Merdeka (Keirkof) Kabupaten Garut, Khatib/Imam: M. Hisyam, SP.
  9. SUBANG, di Masjid Hasanatul Qadir kota Subang, Khatib/Imam: Ustadz Dadan Gunawan.
  10. MAJALENGKA, di Masjid Taqyudin Kutamanggu Kecamatan Cigasong, Khatib/Imam: H.Aa. Fakhurozi, SP.MP.
  11. CIREBON, di Masjid as-Salam Bulog, jln. Brigjen Darsono bypass, Khatib/Imam: ust. Arif R. Hakim.
  12. TASIKMALAYA, di Mesjid Ulul Albab Jl. BKR Kota Tasikmalaya, Khotib/Imam: Ust. Agus Hendri.
  13. CIAMIS-BANJAR, di Masjid Nurul Huda, jln Masjid Agung Cibulan Banjar, Khatib: KH. Nazir Ghazali, Imam: H.Yayan Satrina.
  14. SEMARANG, JATENG, di Taman Wonderia Semarang, Sebelah TBRS, Pkl. 06.00.
  15. YOGYAKARTA, Lapangan sebelah Barat Stadion Mandala Krida, Yogyakarta, pukul 06:00, Khatib: KH. Muhammad Shiddiq al-Jawi.
  16. SURABAYA, 1.) Di Lapangan Jl. Taman Apsari (Depan Gedung Grahadi), Pkl. 06.00, Khotib: Ust. Drs. Taufiq NIQ, Imam: Ust. Drs. Yusuf MS, Cp: 031-7214666, 2.) Masjid Al - Irsyad (kemungkinan).
  17. SIDOARJO, di Parkir Mall Ramayana, Jl. Pahlawan, Sidoarjo. Pukul 06:00 WIB, Imam: Ustadz Shodiqin, SAg., Khotib: Ustadz Sholahuddin Yudo, SPd. Cp: Rodi (031-71088211) dan Adi (08123545459).
  18. MALANG, di Jl. Dr. Cipto (SMPN 3 Malang), Pkl. 06.00, Khotib: Ust. M. Alwan, M.Ag, Imam: Ust. Fatih an-Nayaf, S.Pd.
  19. LANGSA, NAD, di Lapangan Parkir UNSAM Langsa, Jam 7.00. Khatib: Ust. Shalahuddin Al Ayyubi.
  20. MEDAN, di Kampus Institut Teknologi Medan (ITM) Jam 07.30 Waktu Medan; Khotib: Ust. Musdar Syahban, Drs (Humas HTI SUMUT).
  21. PEKANBARU, Jl. Cut Nyak Dien samping kantor Gubernur Riau, Khotib: Dr. Heri Sunandar MCL, Imam: Ust. Mulyadi, SPd.
  22. PALEMBANG, Lapangan Sekretariat HTI Sumsel, pukul 07.00, Jl. Saptamarga Lrg. Kelapa Hibrida No. 71 Kenten Palembang, Khotib/Imam : Ust. Mahmud Jamhur, SP (Ketua DPD HTI Sumsel).
  23. BANGKA BELITUNG, di Lapangan Tenis Telkon Jl. Kejaksaan Depan STIH PERTIBA Pangkalpinang, Pkl. 07.00, Khotib: Ust. Sofyan Rudianto, SE, Informasi: Ayik 0852-67602220.
  24. SULSEL, di Kota Makassar: (1). Mesjid at-Taqwa BTP Blok C, Khotib: Denny Rosman Hakim (Humas HTI Makassar); (2). Lapangan Eks Studio 21 Jl. Ratulangi, Khotib: Ir. Hasannudin Rasyid (Humas HTI Sul-Sel) ; Kota Gowa: Kawasan Istana Balla Lompoa - Sungguminasa (dalam konfirmasi), Khotib: Ir. Abd. Hafidz Toha (Ketua DPD HTI Gowa); Kab. Takalar: Lapangan Sepakbola Bontoloe Galesong, Khotib: Supardi Dg. Lawang (Humas HTI Takalar); Kota Pare-pare: Lapangan Sumpangminangae, Khotib: Musthafa, S.Ag (Ketua DPD HTI Pare-Pare).
  25. SULTRA, 1). Kota Kendari, Halaman Eks. MTQ Kota Kendari, 2). Kota Bau-bau, Mesjid Khairun Nisa, Lr 1, Kel. Kadolomoko Kota Bau-Bau, 3). Konda, Mesjid Lama Wonua Kec. Konda Konsel.
  26. PALU, di Mesjid Al-Islah Belakang Kanwil Depag Propins, Pkl. 07.00, Khotib: Ust. Amiruddin Abu Fatih, M.Si.
  27. PALANGKARAYA, KALTENG, di Lapangan Sanaman Mantikei, Samping Gedung Perpustakaan Islam, Jl. Ais Nasution Palangka Raya, Pukul: 07.00 Wib, Imam: Ust. Hasan Al Banjari, Khotib: Ust. Muhammad Khomeini, St.
  28. KETAPANG, KALBAR, di Masjid At-Taqwa, Tanjung Baik Budi Ketapang, Pukul: 07.00, Iman/Khotib: Dr.Kh.Gusti Jaga Sukma Alamsyah,Lc.
  29. BANJARMASIN, KALSEL, di Halaman Gedung Wanita Jl. Brigjen H. Hasan Basri Banjarmasin, pukul 07.30 WITA, Khatib: Ustad M. Sholeh Abdullah, SPd, Imam: Ustad Basiran, SPd., Cp. HUMAS HTI Kal-Sel, Ustadz Hidayatul Akbar 081349751439.
  30. BALIKPAPAN, KALTIM, di GOR Hevindo, Jl. M.T. Haryono, No. 76, Sebrang POM Bensin Haryono, Khotib: Ust. Ir. Ahmad Junaedi ath-Thoyibi, Imam: Ust. Drs. Muhammad Rozi.
Perbedaan Penetapan Idul Adha 1428 H

Sekali lagi umat Islam harus mengalami peristiwa yang sangat menyedihkan sekaligus memalukan. Yakni perbedaan dalam penetapan hari Idul Adha 1428 Hijriah. Sebagaimana telah diberitakan, pemerintah melalui Departemen Agama telah menetapkan bahwa Idul Adha 1428 H tahun ini jatuh pada hari Kamis, 20 Desember 2007. Bila Idul Adha adalah 10 Dzulhijjah, maka 9 Dzulhijjah-nya atau Hari Arafah, hari dimana jamaah haji wukuf di Arafah, mestinya jatuh sehari sebelumnya, yakni Rabu, 19 Desember 2007.

Tapi ketetapan pemerintah itu tidak sama dengan apa yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Agung Kerajaan Arab Saudi yang telah mengumumkan bahwa wukuf atau hari Arafah (9 Dzulhijjah) jatuh pada Selasa, 18 Desember 2007 (Republika, 12 Desember 2007). Dengan demikian Idul Adha (10 Dzulhijjah) akan jatuh pada hari Rabu, 19 Desember 2007, bukan hari Kamis, 20 Desember 2007 seperti yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Tentu keadaan ini mengundang tanya, bagaimana umat harus bersikap? Bila ingin puasa hari Arafah, kapan harus dilakukan: Selasa, 18 Desember sesuai dengan hari ketika jamaah haji wukuf di Arafah, atau Rabu, 19 Desember sesuai dengan ketentuan pemerintah Indonesia? Bila memilih Rabu, 19 Desember, pertanyaannya, betulkah hari itu adalah hari Arafah, mengingat jamaah haji di sana hari itu justru tengah merayakan Idul Adha dan sudah melakukan wukuf sehari sebelumnya? Bila benar seperti ketetapan pemerintah bahwa hari Arafah jatuh pada hari Rabu tanggal 19 Desember, bukankah berpuasa pada Rabu, 19 Desember berarti berpuasa di hari yang justru dilarang untuk berpuasa karena pada faktanya hari Arafah yang sesungguhnya – saat para jamaah haji melakukan wukuf di Arafah - terjadi pada Selasa, 18 Desember? Bila pemerintah bersikeras bahwa hari Arafah jatuh pada Rabu 19 Desember, lantas Arafah mana yang dimaksud oleh pemerintah, mengingat Arafah hanya ada satu, yakni di tanah suci, tempat para jamaah haji melakukan wukuf. Dan bila memilih puasa di hari Selasa 18 Desember, kapan harus shalat Idul Adha-nya? Rabu, 19 Desember atau Kamis, 20 Desember?

Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tidak sulit untuk dijawab. Tapi menjadi sulit ketika, otoritas di negeri ini dengan kekuasaannya telah menetapkan peristiwa agama tidak berdasar landasan yang benar. Maka, timbullah persoalan di atas.

Kenyataan ini juga menunjukkan betapa umat Islam dewasa ini telah kehilangan jatidiri, bahkan untuk hal-hal prinsip yang menyangkut perihal ‘ubudiyah yang mestinya tidak sulit diselesaikan. Perpecahan umat sudah demikian nyata. Setelah runtuhnya Khilafah Utsmani pada 1924 M memang tidak ada lagi yang memimpin umat Islam se dunia. Umat terpecah belah ke dalam lebih dari 50 negara, yang bergerak berdasar dan demi kepentingan negara masing-masing. Sampai-sampai untuk menetapkan hari-hari ibadah, seperti Hari Arafah, Idul Adha, juga awal dan akhir Ramadhan, kita selalu mengalami masalah.

Berdasarkan kenyataan di atas, maka:

1. Bahwa bila umat Islam meyakini, bahwa pilar dan inti dari ibadah haji adalah wukuf di Arafah, sementara Hari Arafah itu sendiri adalah hari ketika jamaah haji di tanah suci sedang melakukan wukuf di Arafah, sebagaimana sabda Nabi saw.:

اَلْحَجُّ عَرَفَةُ

Ibadah haji adalah (wukuf) di Arafah. (HR at-Tirmidzi, Ibn Majah, al-Baihaqi, ad-Daruquthni, Ahmad, dan al-Hakim. Al-Hakim berkomentar, “Hadits ini sahih, sekalipun beliau berdua [Bukhari-Muslim] tidak mengeluarkannya.”).

Juga sabda beliau:

فِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُوْنَ وَأَضْحَاكُمْ يَوْمَ تُضَحُّوْنَ، وَعَرَفَةُ يَوْمَ تُعَرِّفُوْنَ

Hari Raya Idul Fitri kalian adalah hari ketika kalian berbuka (usai puasa Ramadhan), dan Hari Raya Idul Adha kalian adalah hari ketika kalian menyembelih kurban, sedangkan Hari Arafah adalah hari ketika kalian (jamaah haji) berkumpul di Arafah. (HR as-Syafii dari ‘Aisyah, dalam al-Umm, juz I, hal. 230).

Maka mestinya, umat Islam di seluruh dunia yang tidak sedang menunaikan ibadah haji menjadikan penentuan hari Arafah di tanah suci sebagai pedoman. Bukan berjalan sendiri-sendiri seperti sekarang ini. Apalagi Nabi Muhammad juga telah menegaskan hal itu. Dalam hadits yang dituturkan oleh Husain bin al-Harits al-Jadali berkata, bahwa Amir Makkah pernah menyampaikan khutbah, kemudian berkata:

عَهِدَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَنْسُكَ لِلرُّؤْيَةِ فَإِنْ لَمْ نَرَهُ وَشَهِدَ شَاهِدَا عَدْلٍ نَسَكْنَا بِشَهَادَتِهِمَا

Rasulullah saw. telah berpesan kepada kami agar kami menunaikan ibadah haji berdasarkan ru’yat (hilal Dzulhijjah). Jika kami tidak bisa menyaksikannya, kemudian ada dua saksi adil (yang menyaksikannya), maka kami harus mengerjakan manasik berdasarkan kesaksian mereka. (HR Abu Dawud, al-Baihaqi dan ad-Daruquthni. Ad-Daruquthni berkomentar, “Hadits ini isnadnya bersambung, dan sahih.”).

Hadits ini menjelaskan: Pertama bahwa pelaksanaan ibadah haji harus didasarkan kepada hasil ru’yat hilal 1 Dzulhijjah, sehingga kapan wukuf dan Idul Adhanya bisa ditetapkan. Kedua, pesan Nabi kepada Amir Makkah, sebagai penguasa wilayah, tempat di mana perhelatan haji dilaksanakan, untuk melakukan ru’yat; jika tidak berhasil, maka ru’yat orang lain, yang menyatakan kesaksiannya kepada Amir Makkah.

Berdasarkan ketentuan ru’yat global, yang dengan kemajuan teknologi informasi dewasa ini tidak sulit dilakukan, maka Amir Makkah berdasar informasi dari berbagai wilayah Islam dapat menentukan awal Dzulhijjah, Hari Arafah dan Idul Adha setiap tahunnya dengan akurat. Dengan cara seperti itu, kesatuan umat Islam, khususnya dalam ibadah haji dapat diwujudkan, dan kenyataan yang memalukan seperti sekarang ini dapat dihindari.

2. Menyerukan kepada seluruh umat Islam, khususnya di Indonesia agar kembali kepada ketentuan Syariah, baik dalam melakukan puasa Arafah maupun Idul Adha 1428 H, dengan merujuk pada ketentuan ru’yat untuk wuquf di Arafah, sebagaimana ketentuan hadits di atas.

3. Menyerukan kepada umat Islam di Indonesia khususnya untuk menarik pelajaran dari peristiwa ini, bahwa demikianlah keadaan umat bila tidak bersatu. Umat akan terus berpecah belah dalam berbagai hal, termasuk dalam perkara ibadah. Bila keadaan ini terus berlangsung, bagaimana mungkin umat Islam akan mampu mewujudkan kerahmatan Islam yang telah dijanjikan Allah? Karena itu, perpecahan ini harus dihentikan. Caranya, umat Islam harus bersungguh-sungguh, dengan segala daya dan upaya masing-masing, untuk berjuang bagi tegaknya kembali Khilafah Islam. Karena hanya khalifah saja yang bisa menyatukan umat. Untuk perjuangan ini, kita dituntut untuk rela berkorban, sebagaimana pelajaran dari peristiwa besar yang selalu diingatkan kepada kita, yaitu kesediaan Nabi Ibrahim as. memenuhi perintah Allah mengorbankan putranya, Ismail as. Keduanya, dengan penuh tawakal menunaikan perintah Allah SWT itu, meski untuk itu mereka harus mengorbankan sesuatu yang paling dicintai. Allah berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَجِيبُوا ِللهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul apabila dia menyeru kalian demi sesuatu yang dapat memberikan kehidupan kepada kalian. (QS al-Anfal [8]: 24).

Penentuan Idul Adha Wajib Berdasarkan Rukyatul Hilal Penduduk Makkah

بسمالله الرحمن الرحيم

Para ulama mujtahidin telah berbeda pendapat dalam hal mengamalkan satu ru’yat yang sama untuk Idul Fitri. Madzhab Syafi’i menganut ru’yat lokal, yaitu mereka mengamalkan ru’yat masing-masing negeri. Sementara madzhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali menganut ru’yat global, yakni mengamalkan ru’yat yang sama untuk seluruh kaum Muslim. Artinya, jika ru’yat telah terjadi di suatu bagian bumi, maka ru’yat itu berlaku untuk seluruh kaum Muslim sedunia, meskipun mereka sendiri tidak dapat meru’yat.

Namun, khilafiyah semacam itu tidak ada dalam penentuan Idul Adha. Sesungguhnya ulama seluruh madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) telah sepakat mengamalkan ru’yat yang sama untuk Idul Adha. Ru’yat yang dimaksud, adalah ru’yatul hilal (pengamatan bulan sabit) untuk menetapkan awal bulan Dzulhijjah, yang dilakukan oleh penduduk Makkah. Ru’yat ini berlaku untuk seluruh dunia.

Karena itu, kaum Muslim dalam sejarahnya senantiasa beridul Adha pada hari yang sama. Fakta ini diriwayatkan secara mutawatir (oleh orang banyak pihak yang mustahil sepakat bohong) bahkan sejak masa kenabian, dilanjutkan pada masa Khulafa’ ar-Rasyidin, Umawiyin, Abbasiyin, Utsmaniyin, hingga masa kita sekarang.

Namun meskipun penetapan Idul Adha ini sudah ma’luumun minad diini bidl dlaruurah (telah diketahui secara pasti sebagai bagian integral ajaran Islam), anehnya pemerintah Indonesia dengan mengikuti fatwa sebagian ulama telah berani membolehkan perbedaan Idul Adha di Indonesia. Jadilah Indonesia sebagai satu-satunya negara di muka bumi yang tidak mengikuti Hijaz dalam beridul Adha. Sebab, Idul Adha di Indonesia sering kali jatuh pada hari pertama dari Hari Tasyriq (tanggal 11 Dzulhijjah), dan bukannya pada Yaumun-nahr atau hari penyembelihan kurban (tanggal 10 Dzulhijjah).

Kewajiban kaum Muslim untuk beridul Adha (dan beridul Fitri) pada hari yang sama, telah ditunjukkan oleh banyak nash-nash syara’. Di antaranya adalah sebagai berikut :

Hadits A’isyah RA, dia berkata “Rasulullah SAW telah bersabda :

“Idul Fitri adalah hari orang-orang (kaum Muslim) berbuka. Dan Idul Adha adalah hari orang-orang menyembelih kurban.” (HR. At-Tirmidzi dan dinilainya sebagai hadits shahih; Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 697, hadits no 1305).

Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadits yang serupa dari shahabat Abu Hurairah RA dengan lafal :

“Bulan Puasa adalah bulan mereka (kaum muslimin) berpuasa. Idul Fitri adalah hari mereka berbuka. Idul Adha adalah hari mereka menyembelih kurban.” (HR.Tirmidzi) Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 697, hadits no 1306)

Imam At-Tirmidzi berkata, “Sebagian ahlul ‘ilmi (ulama) menafsirkan hadits ini dengan menyatakan :

“Sesungguhnya makna shaum dan Idul Fitri ini adalah yang dilakukan bersama jama’ah [masyarakat muslim di bawah pimpinan Khalifah/Imam] dan sebahagian besar orang.” (Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 699)

Sementara itu Imam Badrudin Al-‘Aini dalam kitabnya Umdatul Qari berkata, “Orang-orang (kaum Muslim) senantiasa wajib mengikuti Imam (Khalifah). Jika Imam berpuasa, mereka wajib berpuasa. Jika Imam berbuka (beridul Fitri), mereka wajib pula berbuka.”

Hadits di atas secara jelas menunjukkan kewajiban berpuasa Ramadhan, beridul Fitri, dan beridul Adha bersama-sama orang banyak (lafal hadits: an-Naas), yaitu maksudnya bersama kaum Muslim pada umumnya, baik tatkala mereka hidup bersatu dalam sebuah negara khilafah seperti dulu, maupun tatkala hidup bercerai-cerai dalam kurungan negara-kebangsaan seperti saat ini setelah hancurnya khilafah di Turki tahun 1924.

Maka dari itu, seorang muslim tidak dibenarkan berpuasa sendirian, atau berbuka sendirian (beridul Fitri dan beridul Adha sendirian). Yang benar, dia harus berpuasa, berbuka dan berhari raya bersama-sama kaum Muslim pada umumnya.

(2) Hadits Husain Ibn Al-Harits Al-Jadali RA, dia berkata: “Sesungguhnya Amir (Wali) Makkah pernah berkhutbah dan berkata :

“Rasulullah SAW mengamanatkan kepada kami untuk melaksanakan manasik haji berdasarkan ru’yat. Jika kami tidak berhasil meru’yat tetapi ada dua saksi adil yang berhasil meru’yat, maka kami melaksanakan manasik haji berdasarkan kesaksian keduanya.” (HR Abu Dawud [hadits no 2338] dan Ad-Daruquthni [Juz II/167]. Imam Ad-Daruquthni berkata,’Ini isnadnya bersambung [muttashil] dan shahih.’ Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 841, hadits no 1629)

Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa penentuan hari Arafah dan hari-hari pelaksanaan manasik haji, telah dilaksanakan pada saat adanya Daulah Islamiyah oleh pihak Wali Makkah. Hal ini berlandaskan perintah Nabi SAW kepada Amir (Wali) Makkah untuk menetapkan hari dimulainya manasik haji berdasarkan ru’yat.

Di samping itu, Rasulullah SAW juga telah menetapkan bahwa pelaksanaan manasik haji (seperti wukuf di Arafah, thawaf ifadlah, bermalam di Muzdalifah, melempar jumrah), harus ditetapkan berdasarkan ru’yat penduduk Makkah sendiri, bukan berdasarkan ru’yat penduduk Madinah, penduduk Najd, atau penduduk negeri-negeri Islam lainnya. Dalam kondisi tiadanya Daulah Islamiyah (Khilafah), penentuan waktu manasik haji tetap menjadi kewenangan pihak yang memerintah Hijaz dari kalangan kaum Muslim, meskipun kekuasaannya sendiri tidak sah menurut syara’. Dalam keadaan demikian, kaum Muslim seluruhnya di dunia wajib beridul Adha pada Yaumun nahr (hari penyembelihan kurban), yaitu tatkala para jamaah haji di Makkah sedang menyembelih kurban mereka pada tanggal 10 Dzulhijjah. Dan bukan keesokan harinya (hari pertama dari Hari Tasyriq) seperti di Indonesia.

(3) Hadits Abu Hurairah RA, dia berkata :

“Sesungguhnya Rasulullah SAW telah melarang puasa pada Hari Arafah, di Arafah” (HR. Abu Dawud, An Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya, Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, [Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000], hal. 875, hadits no 1709).

Berdasarkan hadits itu, Imam Asy-Syafi’i berkata, “Disunnahkan berpuasa pada Hari Arafah (tanggal 9 Dhulhijjah) bagi mereka yang bukan jamaah haji.”

Hadits di atas merupakan dalil yang jelas dan terang mengenai kewajiban penyatuan Idul Adha pada hari yang sama secara wajib ‘ain atas seluruh kaum Muslim. Sebab, jika disyari’atkan puasa bagi selain jamaah haji pada Hari Arafah (=hari tatkala jamaah haji wukuf di Padang Arafah), maka artinya, Hari Arafah itu satu adanya, tidak lebih dari satu dan tidak boleh lebih dari satu.

Karena itu, atas dasar apa kaum Muslim di Indonesia justru berpuasa Arafah pada hari penyembelihan kurban di Makkah (10 Dzulhijjah), yang sebenarnya adalah hari raya Idul Adha bagi mereka? Dan bukankah berpuasa pada hari raya adalah perbuatan yang haram? Lalu atas dasar apa pula mereka Shalat Idul Adha di luar waktunya dan malahan shalat Idul Adha pada tanggal 11 Dzulhijjah (hari pertama dari Hari Tasyriq)?

Sungguh, fenomena di Indonesia ini adalah sebuah bid’ah yang munkar (bid’ah munkarah), yang tidak boleh didiamkan oleh seorang muslim yang masih punya rasa takut kepada Allah dan azab-Nya!

Sebahagian orang membolehkan perbedaan Idul Adha dengan berlandaskan hadits:

“Berpuasalah kalian karena telah meru’yat hilal (mengamati adanya bulan sabit), dan berbukalah kalian (beridul Fitri) karena telah meru’yat hilal. Dan jika terhalang pandangan kalian, maka perkirakanlah !”

Beristidlal (menggunakan dalil) dengan hadits ini untuk membolehkan perbedaan hari raya (termasuk Idul Adha) di antara negeri-negeri Islam dan untuk membolehkan pengalaman ilmu hisab, adalah istidlal yang keliru. Kekeliruannya dapat ditinjau dari beberapa segi :

Pertama, Hadits tersebut tidak menyinggung Idul Adha dan tidak menyebut-nyebut perihal Idul Adha, baik langsung maupun tidak langsung. Hadits itu hanya menyinggung Idul Fitri, bukan Idul Adha. Maka dari itu, tidaklah tepat beristidlal dengan hadits tersebut untuk membolehkan perbedaan Idul Adha berdasarkan perbedaan manzilah (orbit/tempat peredaran) bulan dan perbedaan mathla’ (tempat/waktu terbit) hilal, di antara negeri-negeri Islam. Selain itu, mathla’ hilal itu sendiri faktanya tidaklah berbeda-beda. Sebab, bulan lahir di langit pada satu titik waktu yang sama. Dan waktu kelahiran bulan ini berlaku untuk bumi seluruhnya. Yang berbeda-beda sebenarnya hanyalah waktu pengamatan, ini pun hanya terjadi pada jangka waktu yang masih terhitung pada hari yang sama, yang lamanya tidak lebih dari 12 jam.

Kedua, hadits tersebut telah menetapkan awal puasa Ramadhan dan Idul Fitri berdasarkan ru’yatul hilal, bukan berdasarkan ilmu hisab. Pada hadits tersebut tak terdapat sedikit pun “dalalah” (pemahaman) yang membolehkan pengalaman ilmu hisab untuk menetapkan awal bulan Ramadlan dan hari raya Idul Fitri. Sedangkan hadits Nabi yang berbunyi: “(……jika pandangan kalian terhalang), maka perkirakanlah hilal itu!” maksudnya bukanlah perkiraan berdasarkan ilmu hisab, melainkan dengan menyempurnakan bilangan Sya’ban dan Ramadhan sejumlah 30 hari, bila kesulitan melakukan ru’yat.

Ketiga, Andaikata kita terima bahwa hadits tersebut juga berlaku untuk Idul Adha dengan jalan Qiyas –padahal Qiyas tidak boleh ada dalam perkara ibadah, karena ibadah bersifat tauqifiyah– maka hadits tersebut justru akan bertentangan dengan hadits Husain Ibn Al-Harits Al-Jadali RA, yang bersifat khusus untuk Idul Adha dan manasik haji. Dalam hadits tersebut, Nabi SAW telah memberikan kewenangan kepada Amir (Wali) Makkah untuk menetapkan ru’yat bagi bulan Dzulhijjah dan untuk menetapkan waktu manasik haji berdasarkan ru’yat penduduk Makkah (bukan ru’yat kaum Muslim yang lain di berbagai negeri Islam).

Berdasarkan uraian ini, maka Indonesia tidak boleh berbeda sendiri dari negeri-negeri Islam lainnya dalam hal penentuan hari-hari raya Islam. Indonesia tidak boleh menentang ijma’ (kesepakatan) seluruh kaum Muslim di seantero pelosok dunia, karena seluruh negara menganggap bahwa tanggal 10 Dzulhijjah di tetapkan berdasarkan ru’yat penduduk Hijaz. Sungguh, tak ada yang menyalahi ijma’ kaum Muslim itu, selain Indonesia !

Lagi pula, atas dasar apa hanya Indonesia sendiri yang menentang ijma’ tersebut dan berupaya memecah belah persatuan dan kesatuan kaum Muslim? Apakah Indonesia berambisi untuk menjadi negara pertama yang mempelopori suatu tradisi yang buruk (sunnah sayyi’ah) sehingga para umaro’ dan ulama di Indonesia akan turut memikul dosanya dan dosa dari orang-orang yang mengamalkannya hingga Hari Kiamat nanti?

Kita percaya sepenuhnya, perbedaan hari raya di Dunia Islam saat ini sesungguhnya terpulang kepada perbedaan pemerintahan dan kekuasaan Dunia Islam, yang terpecah belah dan terkotak-kotak dalam 50-an lebih negara kebangsaan yang direkayasa oleh kaum kafir penjajah.

Kita percaya pula sepenuhnya, bahwa kekompakan, persatuan, dan kesatuan Dunia Islam tak akan tewujud, kecuali di bahwa naungan Khilafah Islamiyah Rasyidah. Khilafah ini yang akan mempersatukan kaum Muslim di seluruh dunia, serta akan memimpin kaum Muslim untuk menjalani kehidupan bernegara dan bermasyarakat berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Insya Allah cita-cita ini dapat terwujud tidak lama lagi !

Ya Allah, kami sudah menyampaikan, saksikanlah !