Presiden SBY Sampaikan Pengarahan DI Mabes Polri
Presiden SBY saat menyampaikan arahan kepada Pati dan Kombes Polisi di
Mabes Polri, Jakarta, Selasa (17/1) siang. (foto:
rusman/presidensby.info)
Presiden Sampaikan Tujuh Capaian Polri
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa (17/1) pukul 10.30 WIB,
memberikan pengarahan kepada para perwira tinggi (Pati) Polri dan
Komisaris Besar (Kombes) Polisi di Ruang Rapat Utama Mabes Polri, Jl.
Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Dalam arahannya, Presiden mengucapkan terima kasih dan penghargaan atas
capaian dan prestasi Polri, terutama di tahun-tahun terakhir. Biasanya
media massa dan sebagian masyarakat lebih suka melihat kekurangan dan
kesalahan Polri.
"Tidak perlu saudara terlalu gundah, saya pun mengalami. Yang penting,
jika saudara semua kelak sudah tidak berdinas aktif, sudah tidak
anggota, juga jangan melihat Polri dari yang serba kurang, tapi juga
yang baiknya. Jangan sampai lupa nanti," ujar SBY disambut tawa personil
Polri.
Dalam kesempatan ini, Presiden SBY menjelaskan sejumlah capaian Polri
dalam tahun-tahun terakhir. Pertama, dalam hal pencegahan terorisme.
"Kalau publik biasanya begitu ada kejadian, baru itu yang dilihat dan
diributkan," kata SBY. "Tidak dihitung apa yang sudah dicegah sehingga
tidak terjadi terorisme," Presiden menambahkan.
Kedua, kasus narkoba. Ketiga, dalam hal tugas pengamanan berskala besar,
seperti mudik Lebaran, Natal, dan tahun baru, serta SEA Games XXVI
kemarin. Keempat, pengamanan khusus bersama TNI terhadap tamu-tamu
negara, misalnya dalam kegiatan internasional seperti KTT ASEAN.
Kelima, pelayanan masyarakat yang semakin baik. "Keenam, rekrutmen
personil Polri yang saya nilai bersih dan transparan, sehingga setiap
warga negara punya kesempatan yang sama untuk menjadi polri," Kepala
Negara menjelaskan.
Tujuh, akuntabilitas anggaran yang makin baik dan mendapat peringkat
Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK. "Semua itu pertahankan dan
tingkatkan. Saya yakin hampir tidak ada yang sudi berterima kasih atas
hasil kerja saudara-saudara," ujar Presiden.
Sebelumnya, Kapolri Timur Pradopo menyebutkan jumlah angka kejahatan
yang terjadi selama tahun 2011 yang mencapai 109 ribu perkara pada
kejahatan konvensional. Indeks pencurian dengan kekerasan meningkat.
Kasus penculikan dan pembunuhan dengan perkosaan berjumlah 8,4 persen.
Untuk kejahatan transnasional terdapat 10.045 kasus. Untuk kasus
narkoba, pencucian uang, terorisme, dan cyber crime, turun 46,04 persen.
Sementara itu, kejahatan penyalahgunaan kekayaan negara seperti korupsi, pembalakan liar (illegal logging), fiskal, dan kekayaan intelektual mengalami peningkatan. Diantaranya di Polda Sumut, Metrojaya, Kaltim, dan Kalsel.
"Kejahatan penyalahgunaan kekayaan negara berjumlah 3.062 perkara, ada
kenaikan 27,6 persen," Timur Pradopo menjelaskan. Di lain pihak, jumlah
unjuk rasa turun 6,65 persen. Tahun 2011 terjadi 115 kali aksi anarkis
dalam unjuk rasa, 52 kali kerusuhan massa. Korban meninggal diantaranya 1
anggota Polri dan 3 anggota masyarakat.
"Secara kuantitatif bila dibandingkan dengan tahun 2010 ada penurunan.
Ini artinya peristiwa unjuk rasa banyak terjadi setiap tahunnya, namun
mengalami penurunan," Timur menjelaskan. Aksi unjuk rasa ini, lanjut
Timur, umumnya disebabkan olek ketidakpuasan akan penerapan kebijakan
pemerintah.
Menurut Kapolri, pencurian dengan kekerasan bahkan pembunuhan sering
terjadi di wilayah Polda Sumut, Sumbar, Sumsel, Polda Metrojaya, Jateng
Jabar, dan Sulsel. "Tingkat kejahatan 2012-2014 cenderung meningkat
diantaranya pencurian dengan kekerasan bahkan pembunuhan, penculikan dan
pemerkosaan," tambahnya.
Hadir dalam acara pengarahan ini, antara lain, Menko Polhukam Djoko
Suyanto, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Mensesneg Sudi Silalahi,
Mendiknas M Nuh, Menhut Zulkifli Hassan, Menpora Andi Alifian
Mallarangeng, Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, Seskab
Dipo Alam, Panglima TNI Agus Suhartono, dan Jaksa Agung Basrief Arief.
SBY: Masih Ada Anggota Polri yang tidak Profesional
Presiden SBY saat tiba di Mabes Polri, Jakarta, untuk menyampaikan
pengarahan, Selasa (17/1) siang. (foto: rusman/presidensby.info)
Selain memberikan sejumlah pencapaian, Presiden juga menyampaikan
beberapa koreksi dan evaluasi terkait kinerja Polri. Presiden menilai
anggota Polri masih ada yang tidak profesional, tidak siap, dan kurang
responsif dalam menangani aksi kekerasan.
"Saya tahu karena saya mengikuti, saya bahkan bicara dengan Kapolres.
Ada yang kurang responsif, kurang profesional, dan ada yang tidak tuntas
sehingga dikesankan ada semacam pembiaran," kata Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dalam arahannya kepada Perwira Tinggi dan Kombes
Polisi di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (17/1) siang.
Poin evaluasi Kedua, masih adanya pelanggaran oknum Polri. Ketiga,
mengenai kesalahan teknis di lapangan. Menurut SBY hal ini menunjukan
tingkat profesionalisme Polri belum seperti yang diharapkan sehingga
menimbulkan ekses yang tidak perlu.
Keempat, perihal reformasi birokrasi. "Meskipun saya melihat sejumlah
hasil, namun publik --termasuk saya, masih menganggap perlu ditingkatkan
sehingga 3-5 tahun mendatang Polri kita mendapat posisi yang luas di
masyarakat, proses menuju polisi bertaraf dunia," SBY menjelaskan.
Oleh karena itu, Kepala Negara memaparkan enam elemen yang diharapkan
dapat dijalankan oleh Polri. Pertama, diperlukan profesionalitas dan
kapabilitas yang tinggi dari anggota kepolisian, termasuk skill dalam mengatasi Kamtibmas. Kedua, peningkatan kesiagaan. Ketiga, taktik dan teknik yang tepat. Keempat, personil yang cukup.
"Saya sering ingatkan, terus terang saja kalau massa 2000 tapi Polri-nya
cuma 30 orang, ini tidak rasional. Tidak boleh seperti itu, harus
rasional," SBY menegaskan. "Caranya, antisipasi, cadangan yang sudah
siap, penambahan bisa dilakukan setiap saat dengan perlengkapan yang
sudah siap," tambahnya.
Kelima, perlengkapan harus cukup dan memadai. Dan keenam, kepemimpinan
lapangan harus efektif, tegas dan baik. "Jangan sampai anggota bergerak
sendiri. Kesalahan di sekitar itu, bisa bablas sampai ke PBB, ke New York," Presiden menekankan.
Demokrasi Tetap Membutuhkan Kamtibmas
Presiden SBY, didampingi Kapolri Jenderal Timur Pradopo, saat
menyampaikan pengarahan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (17/1) siang.
(foto: abror/presidensby.info)
Demokrasi tetap membutuhkan keamanan dan ketertiban masyarakat
(kamtibmas). Untuk itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Polri
tetap memprioritaskan menjaga kamtibmas dan keamanan dalam negeri
(kamdagri). Di era reformasi ini, ujar Presiden, Kamtibmas sering
diabaikan.
"Bahkan ada yang menganggap (Kamtibtas) tidak penting seolah-olah dalam
demokrasi hanya ada kebebasan dan HAM. Itu saya tegaskan salah besar,"
kata Presiden pada bagian lain arahannya di depan perwira tinggi dan
Kombes Polisi di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (17/1) siang. "Negara
manapun menganggap Kamtibmas tetap menjadi agenda penting untuk dijaga
dan pelihara," SBY menambahkan.
Menurut Presiden, prasyarat agar dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, maka kondisi dalam negeri, termasuk Kamtibnas, harus baik
dan kondusif. "Harapan masyarakat, mereka ingin situasi aman dimana pun
berada. Terbebas dari ketakutan akan aksi kekerasan sehingga bisa
menjalankan kehidupan sehari-hari dengan tenang," SBY menjelaskan. "Itu
adalah domain Polri," tambahnya.
Dalam kesempatan ini, Kepala Negara menjelaskan bagaimana cara untuk
menjaga Kamdagri dan Kamtibmas di era sekarang. Di era otoritarian,
lanjut SBY, cara apapun seolah dibenarkan, militer dan politik bersama
menjalankan tugas Kamtibmas. Kebijakan dan cara itu sudah dihentikan
karena tidak sesuai dengan rule of law.
"Dengan tujuan yang sama, cara yang dipilih harus akuntabel dan sesuai
dengan nilai demokrasi. Ini sepenuhnya domain Polri," Kepala Negara
menekankan. Namun, dalam keadaan tertentu, bisa saja TNI ditugaskan
membantu Polri.
Menurut SBY, tugas Polri akan semakin berat. Di era demokrasi sekarang,
sering terjadi kebebasan yang keliru, termasuk kebebasan beraksi apapun
yang dapat menimbulkan kerusuhan."Tidak ada di negara manapun freedom of action, bisa bertindak apa aja, kekerasan, bakar-membakar," ujar SBY.
Selain itu, unsur SARA juga masih kerap menjadi benturan dan kekerasan
horizontal, termasuk media sosial yang kerap menyulut emosi dan tindakan
berlebihan dari masyarakat kita. Ada juga motif dan kepentingan politik
yang menimbulkan konflik yang melibatkan masyarakat.
"Tugas Polri makin sulit, tantangan semakin riil dan kompleks. Cara-cara
otoritarian tidak bisa digunakan lagi," SBY menjelaskan. "Setiap
tindakan saudara akan diketahui publik melalui media massa dan media
sosial. Sementara itu, Kamtibmas harus tetap dijaga," tambahnya.
Untuk tetap memelihara Kamtibmas, Presiden menginstruksikan Polri untuk
menjalankan tugas secara profesional dengan taktik yang tepat sehingga
bisa dicegah jatuhnya korban jiwa di pihak sipil termasuk para perusuh.
"Kerusuhan bisa dihentikan, tapi juga dapat dicegah jatuhnya korban yang
tidak perlu. Jauhkan dan jangan mudah menggunakan peluru, mulai dari
Kapolri sampai prajurit terdepan. Meskipun mereka rusuh, mereka adalah
rakyat kita," Presiden menegaskan.
Terkecuali untuk kasus terorisme dan perompakan dimana mereka menembaki lawan-lawannya. "Itu bukan hanya self defense, tapi kalau bisa dilumpuhkan tanpa korban jiwa ya lumpuhkan,” SBY menambahkan.
Presiden memperkirakan dalam 5-10 tahun ke depan, keadaan seperti ini
akan sering terjadi sampai demokrasi kita matang dan peradaban sudah
menuju titik dewasa. "Polri di seluruh tanah air harus mampu menjalankan
tugas penting ini," SBY menandaskan.
Keutuhan NKRI Merupakan Harga Mati
Presiden SBY menyampaikan pengarahan kepada Pati dan Kombes Polisi di
Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (17/1) siang. (foto:
rusman/presidensby.info)
Presiden kembali menegaskan, kebijakan dasar Indonesia adalah bahwa
kedaulatan dan keutuhan NKRI merupakan harga mati. Masalah yang terjadi
di Papua dan Nanggroe Aceh Darussalam harus diletakkan dalam kebijakan
tersebut. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan hal ini pada
bagian lain arahannya di depan Perwira Tinggi dan Komisaris Besar Polisi
di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (17/1) siang.
"Untuk Papua, bagaimana pun kedaulatan dan keutuhan NKRI harus
ditegakkan. Tidak ada negara manapun di dunia ini yang membiarkan bagian
dari negaranya melepaskan diri," Presiden SBY mengingatkan.
Namun demikian, hukum dan kamtibmas juga tidak boleh diabaikan. Kalau
penegak hukum Indonesia dilarang untuk memproses sesuatu yang dianggap
melanggar hukum, lanjut Presiden, itu tidak benar.
Selain itu, Presiden juga berpesan untuk mencegah terjadinya tindakan
eksesif yang melebihi kepatutan dan berpotensi melanggar hukum dan HAM.
"Saya tidak segan-segan kalau ada prajurit kita melanggar hukum, hukum
ditegakkan. Kalau perlu hukum lapangan, biar dunia tahu,” Presiden SBY
menegaskan.
Sedangkan untuk apa yang terjadi akhir-akhir ini di Aceh, Presiden
mengimbau kepada anggota Polri untuk tetap menjaga kamtibmas dan
penegakan hukum. "Akhir-akhir ini memang ada gangguan kamtibmas yang
berkitan dengan Pemilukada," kata SBY.
Menurut Kepala Negara, situasi keamanan di Aceh jangan sampai mundur
kembali seperti beberapa tahun silam. Keamanan dan ketertiban harus
tetap dijaga. "Betapa malangnya saudara-saudara kita setelah puluhan
tahun akhirnya bisa mencapai situasi ini, namun kemudian harus mundur
kembali karena ambisi politik tertentu. Mari kita cegah dan jaga,"
Kepala Negara menandaskan.(presidenri.go.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar