Rabu, 22 April 2009

Utusan AS Mitchell di Saudi Temui Raja

Utusan khusus AS George Mitchell terbang ke Arab Saudi, Minggu (19/4) untuk membicarakan upaya damai Timur Tengah dengan Raja Abdullah, beberapa pejabat AS mengatakan.

Mitchell dijadwalkan untuk bertemu dengan Abdullah, Menteri Luar Negeri Pangeran Saud al-Faisal dan kemungkinan beberapa pejabat penting yang lain. Demikian dikatakan seorang juru bicara kedutaan besar AS.

Ia tiba di Riyadh setelah bertandang ke Israel, wilayah Palestina dan Mesir, tempat ia menekankan dukungan AS pada solusi dua-negara bagi konflik Israel-Palestina yang telah berusia beberapa dasawarsa.

Riyadh juga menyokong solusi dua-negara dengan Prakarsa Perdamaian Arabnya 2002, yang menawari Israel pengakuan Arab sebagai pertukaran bagi pembentukan negara Palestina berdasarkan pada penarikan Israel dari tanah yang didudukinya.

Memulai upaya Presiden AS Barack Obama untuk menghidupkan kembali pembicaraan damai, Mitchell mengatakan di Kairo, Sabtu, bahwa Washington akan mendesakkan "energi besar" untuk mengejar penyelesaian dua-negara.

"Telah menjadi kebijakan AS selama banyak tahun bahwa penyelesaian bagi konflik Israel-Palestina terletak pada solusi dua-negara," ia mengatakan pada wartawan setelah pertemuan dengan Presiden Mesir Hosni Mubarak.

Awal pekan ini, Mitchell bertemu dengan PM Israel Benyamin Netanyahu dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Namun pesannya disambut dengan skeptisisme oleh sejumlah pejabat dalam kabinet Netanyahu.

"Dalam keadaan sekarang ini, orang harus bekerja bukan untuk dua negara bagi dua rakyat, tapi untuk dua ekonomi bagi dua rakyat," kata Menteri dalam Negeri Israel Eli Yishai.

PM Netanyahu sendiri belum pernah menyatakan dukungannya pada solusi dua-negara, yang mana AS membayangkan Israel akan hidup dengan aman di samping negara Palestina.

Di Ramallah, Tepi Barat, Jumat, Mitchell mengatakan AS ingin prakarsa perdamaian Arab akan menjadi bagian dari upaya untuk mencapai solusi dua-negara tersebut. Prakarsa itu selain menawarkan hubungan normal dengan Israel, juga minta tiga hal sebagai pertukarannya, yakni penarikan penuh dari tanah yang Israel rebut dalam perang Timur Tengah 1967 (Tepi Barat termasuk Jerusalem Timur, Dataran Tinggi Golan Suriah dan Jalur Gaza), pembentukan negara Palestina dan "solusi yang adil" bagi pengungsi Palestina.

Pendahulu Netanyahu, Ehud Olmert, mengatakan ia melihat hal-hal positif dalam prakarsa perdamaian Arab itu. Namun Israel menentang kembalinya pengungsi Palestina ke rumah mereka, yang telah jadi negara Yahudi, dan ingin mempertahankan blok-blok permukiman besar Yahudi di Tepi Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar