Sabtu, 10 November 2007

Raja Saudi temui Paus




Raja Abdullah dari Arab Saudi, Selasa (6/11), bertemu dengan Paus Benediktus XVI. Pertemuan pertama kali antara keduanya berlangsung di tengah-tengah keprihatinan Vatikan akan pembatasan terhadap kegiatan umat Kristen di Arab Saudi.

Dalam pernyataan yang dikeluarkan setelah pertemuan, Vatikan mengatakan, pembicaraan antara Raja Abdullah dan Paus berlangsung dalam suasana hangat. Keduanya membahas berbagai persoalan, antara lain, perlunya dialog antaragama dan antarbudaya di antara umat Kristen, Islam dan Yahudi.

Dialog tersebut diperlukan untuk meningkatkan perdamaian, keadilan dan nilai-nilai moral serta spiritual, khususnya nilai-nilai yang mendukung keberadaan keluarga. Raja Abdullah dan Paus juga menekankan perlunya penyelesaian yang adil atas konflik antara Israel dan Palestina.

Paus Benediktus XVI pernah mengatakan, ia ingin menjangkau semua negara yang belum mempunyai hubungan diplomatik dengan Takhta Suci Vatikan, termasuk Arab Saudi dan China. Paus dan para pejabat Vatikan lainnya sering memprotes bahwa umat Kristen tidak bisa melakukan ibadat secara terbuka di Arab Saudi dan dilarang mendirikan gereaja di kerajaan tersebut.

Raja Abdullah dari Arab Saudi telah bertemu dengan Paus Benediktus XVI di Vatikan - dalam pertemuan pertama antara kepala Gereja Katolik Roma dan anggota keluarga kerajaan Saudi.

Pertemuan tertutup itu berlangsung hanya 30 menit, dan kedua pemimpin berbicara melalui penerjemah. Setelahnya, Raja Abdullah dan Paus saling bertukar hadiah.

Kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatis, meski Abdullah pernah bertemu dengan mendiang Paus Yohannes Paulus II ketika dia menjadi putra mahkota.

Para wartawan mengatakan lawatan ini dilakukan di saat hubungan antara Vatikan dan dunia Islam membaik, setelah lebih dari setahun yang lalu Paus membuat marah umat Islam di seluruh dunia atas komentarnya yang mengaitkan Islam dengan kekerasan.

Raja Abdullah yang berusia 84 tahun itu melanjutkan lawatan keliling Eropa setelah berada di Inggris dan Swiss. Dia selanjutnya akan berkunjung ke Jerman dan Turki.

Dialog antar agama

Paus Benediktus dengan hangat menyambut Raja Abdullah di Vatikan pada hari Selasa, menjabat dengan kedua tangannya sebelum membawa raja itu ke perpustakaan Vatikan untuk berbicara.

Sejumlah laporan dari Vatikan mengatakan Paus berharap pertemuan itu akan mengangkat masalah kegiatan beragama umat non Muslim di kerajaan Saudi, yang diatur dengan ketat.

Sekitar satu juta umat Kristen di Arab Saudi, yang merupakan tempat tersuci Islam ini, adalah pendatang dari Filipina yang beragama Katolik.

Mereka diijinkan untuk beribadah di tempat-tempat pribadi, kebanyakan di dalam rumah, tetapi beribadah di tempat umum dan memperlihatkan tanda kepercayaan mereka, seperti mengenakan salib, dilarang.

Umat Kristen mengeluhkan peraturan yang sering tidak jelas dan aparat Muslim garis keras kadang menindak tempat ibadah yang resmi.

"Hal yang terpenting adalah mendapat kebebasan dan keamanan bagi kegiatan beribadah kami, bagi misa dan kegiatan kami," kata Uskup Paul Hinder, yang bertanggung jawab atas umat Katolik di Arabia, dalam wawancara dengan kantor berita Reuters.

Pemerintah Saudi mengutip hadist Nabi Muhammad yang mengatakan hanya agama Islam yang boleh dipraktekkan di semenanjung Arabia.

Raja Abdullah mendukung reformasi yang berhati-hati di Arab Saudi, yang sering kali bertentangan dengan aparat keagamaan yang konservatif.

Setelah pidato kontroversial Paus Benediktus bulan September 2006, Sri Paus meminta maaf dan berupaya untuk menjangkau umat agama lain.

Dia mengutip Kaisar Manuel II Paleologos dari Kekaisaran Byzantium, yang mengeritik Nabi Muhammad.

Paus menegaskan bahwa ini bukan kata-katanya sendiri dan kemudian menyatakan penyesalannya jika menyinggung perasaan umat Islam.

Peristiwa bersejarah terjadi di Vatikan Selasa (6/11) lalu. Paus Benediktus XVI, pemimpin tertinggi Gereja Katolik, untuk kali pertama bertemu dan berjabat dua tangan dengan Raja Abdullah Bin Abdulaziz Al Saud, pemimpin Kerajaan Arab Saudi, yang bergelar penjaga dua tanah suci umat Islam, Makkah dan Madinah.

Setelah saling mengucapkan selamat dalam suasana bersahabat, keduanya melakukan pembicaraan tertutup dengan diperantarai penerjemah selama 30 menit. Bagi Abdullah, ini pertemuan kedua dengan pemimpin tertinggi takhta Vatikan. Sebelumnya, pada 1999, saat masih berstatus Putra Mahkota, Abdullah bertemu pendahulu Benediktus, Paus Johannes Paulus II.

Menurut siaran pers yang diterbitkan pemerintah Vatikan, Paus Benediktus XVI dan Raja Abdullah memperbincangkan nilai-nilai kebersamaan antara umat Kristen, Islam, dan Yahudi untuk mempromosikan perdamaian. Keduanya juga sepakat tentang perlunya solusi terhadap konflik Israel-Palestina dan beberapa tema lain.

Meski terlihat sangat akrab, dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan pemerintah kedua negara, sama sekali tidak disinggung kemungkinan dibukanya hubungan diplomatik antara Vatikan dan Arab Saudi. Pada Mei lalu, Uni Emirat Arab menjadi negara Islam terakhir yang membuka hubungan diplomatik dengan Vatikan.

Vatikan berkepentingan dengan semakin banyaknya perwakilan di negara-negara muslim. Vatikan mendapati jumlah populasi Kristen di negara-negara muslim, khususnya Timur Tengah, meningkat drastis. Sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai pembantu rumah tangga. Vatikan mencatat, ada sekitar 1,5 juta kristiani di Arab Saudi. Sebagian besar dari jumlah itu penganut Katolik dari Filipina.

Usai pertemuan, Paus memberi Raja Abdullah sebuah ukiran Vatikan dari abad ke-16 serta sebuah medali emas bergambar dirinya. Sedangkan Raja Abdullah memberi Paus sebuah pedang yang dibuat dari emas murni serta bertakhtakan batu perhiasan.

Marco Politi, koresponden harian Italia La Repubblica dan penulis biografi Paus Johannes Paulus II mengatakan, pertemuan pemimpin tertinggi Vatikan dengan Raja Saudi sangat penting karena menjadi penanda terjadinya komunikasi resmi antara Vatikan dan negara kunci bagi umat Islam. "Pertemuan ini menjadikan kata dialog tidak relevan lagi. Yang lebih tepat adalah kata kerja sama antara umat Kristen, Islam, dan Yahudi," ujarnya.

Media Vatikan, L’Osservatore Romano, menulis, ini kesempatan emas bagi Vatikan untuk memperbaiki hubungan dengan umat Islam, setelah sempat rusak akibat pernyataan Paus pada 2006 yang membuat marah umat Islam dan mengundang gelombang aksi unjuk rasa di seluruh negara Islam.

Saat berpidato pada kuliah umum di Aula Magna, Universitas Regensburg, Jerman, 12 September 2006, Benediktus mengutip pernyataan Kaisar Bizantium (kini Turki) Manuel II Paleologus soal makna jihad dalam Islam dan penyebaran Islam dengan pedang. Dia menyebut, jihad Islam sebagai iblis dan tidak memiliki kemanusiaan.

Pernyataan itu langsung menyulut kemarahan umat Islam di seluruh dunia dan menempatkan hubungan Vatikan-umat Islam dalam titik terendah abad ini. Beberapa negara Islam langsung memanggil duta besar Vatikan untuk memberikan klarifikasi. Seminggu setelah "tragedi" itu, Paus Benediktus XVI "secara tulus menyesali" bahwa pernyataannya telah melukai perasaan kaum muslim.

Namun, maaf dan penyesalan itu datangnya terlambat. Pernyataan Paus membuat darah tumpah di beberapa negara. Di Palestina, terjadi serangan bom terhadap gereja di Tepi Barat dan Gaza. Sekelompok orang bersenjata membunuh seorang suster di Somalia. Bahkan, nyawa Paus saat itu sempat terancam.

Sambutan hangat Paus Benediktus terhadap Raja Saudi juga menepis kecaman terhadap Vatikan yang muncul lagi awal bulan ini. Media di Vatikan mengungkapkan, beberapa minggu sebelum pertemuan bersejarah kemarin, Paus Benediktus menerima sebuah surat dari 138 ulama dari 43 negara. Isinya meminta ada dialog antara umat Islam dan Kristen. Sampai pertemuan dengan Raja Abdullah terjadi, belum kunjung ada tanggapan resmi dari Vatikan. Lambatnya Vatikan merespons ajakan toleransi itu mengundang kecaman luas.

Terjadinya pertemuan bersejarah kemarin juga memberikan poin atas keberhasilan diplomasi Kardinal Tarcisio Bertone, Menteri Luar Negeri Vatikan. Penghargaan sesungguhnya layak diberikan kepada Kardinal Jean-Louis Tauran, presiden dewan dialog antaragama. Kardinal Tauran, yang memimpin gereja di Lebanon dan Syria, sangat dikenal di Timur Tengah dan memiliki hubungan baik dengan negara-negara muslim.

Pertemuan pemimpin negara Islam dengan pemimpin Gereja Katolik sebetulnya juga bukan yang pertama. Presiden Iran yang beraliran moderat, Muhammad Khatami, pernah bertemu Paus Johannes Paulus II pada 1999.

Banyak masyatakat belum paham, sebagian besar wilayah kota Mekah adalah ‘Tanah Haram’. Artinya, wilayah yang dinyatakan sebagai ‘Tanah Haram’ tadi tidak boleh dimasuki oleh orang yang non-Muslim. Karena itulah, sejak dahulu hingga kini, Saudi terjaga dari kaum non-Muslim.

Source: metrotvnews.com, bbcindonesia.com, beritadotcom.blogspot.com, hidayatullah.com, pontianakpost.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar