Selasa, 17 Januari 2012

Presiden SBY Sampaikan Pengarahan DI Mabes Polri

Presiden SBY saat menyampaikan arahan kepada Pati dan Kombes Polisi di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (17/1) siang. (foto: rusman/presidensby.info)

Presiden Sampaikan Tujuh Capaian Polri

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa (17/1) pukul 10.30 WIB, memberikan pengarahan kepada para perwira tinggi (Pati) Polri dan Komisaris Besar (Kombes) Polisi di Ruang Rapat Utama Mabes Polri, Jl. Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Dalam arahannya, Presiden mengucapkan terima kasih dan penghargaan atas capaian dan prestasi Polri, terutama di tahun-tahun terakhir. Biasanya media massa dan sebagian masyarakat lebih suka melihat kekurangan dan kesalahan Polri.

"Tidak perlu saudara terlalu gundah, saya pun mengalami. Yang penting, jika saudara semua kelak sudah tidak berdinas aktif, sudah tidak anggota, juga jangan melihat Polri dari yang serba kurang, tapi juga yang baiknya. Jangan sampai lupa nanti," ujar SBY disambut tawa personil Polri.

Dalam kesempatan ini, Presiden SBY menjelaskan sejumlah capaian Polri dalam tahun-tahun terakhir. Pertama, dalam hal pencegahan terorisme. "Kalau publik biasanya begitu ada kejadian, baru itu yang dilihat dan diributkan," kata SBY. "Tidak dihitung apa yang sudah dicegah sehingga tidak terjadi terorisme," Presiden menambahkan.

Kedua, kasus narkoba. Ketiga, dalam hal tugas pengamanan berskala besar, seperti mudik Lebaran, Natal, dan tahun baru, serta SEA Games XXVI kemarin. Keempat, pengamanan khusus bersama TNI terhadap tamu-tamu negara, misalnya dalam kegiatan internasional seperti KTT ASEAN.

Kelima, pelayanan masyarakat yang semakin baik. "Keenam, rekrutmen personil Polri yang saya nilai bersih dan transparan, sehingga setiap warga negara punya kesempatan yang sama untuk menjadi polri," Kepala Negara menjelaskan.

Tujuh, akuntabilitas anggaran yang makin baik dan mendapat peringkat Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK. "Semua itu pertahankan dan tingkatkan. Saya yakin hampir tidak ada yang sudi berterima kasih atas hasil kerja saudara-saudara," ujar Presiden.

Sebelumnya, Kapolri Timur Pradopo menyebutkan jumlah angka kejahatan yang terjadi selama tahun 2011 yang mencapai 109 ribu perkara pada kejahatan konvensional. Indeks pencurian dengan kekerasan meningkat. Kasus penculikan dan pembunuhan dengan perkosaan berjumlah 8,4 persen. Untuk kejahatan transnasional terdapat 10.045 kasus. Untuk kasus narkoba, pencucian uang, terorisme, dan cyber crime, turun 46,04 persen.

Sementara itu, kejahatan penyalahgunaan kekayaan negara seperti korupsi, pembalakan liar (illegal logging), fiskal, dan kekayaan intelektual mengalami peningkatan. Diantaranya di Polda Sumut, Metrojaya, Kaltim, dan Kalsel.

"Kejahatan penyalahgunaan kekayaan negara berjumlah 3.062 perkara, ada kenaikan 27,6 persen," Timur Pradopo menjelaskan. Di lain pihak, jumlah unjuk rasa turun 6,65 persen. Tahun 2011 terjadi 115 kali aksi anarkis dalam unjuk rasa, 52 kali kerusuhan massa. Korban meninggal diantaranya 1 anggota Polri dan 3 anggota masyarakat.

"Secara kuantitatif bila dibandingkan dengan tahun 2010 ada penurunan. Ini artinya peristiwa unjuk rasa banyak terjadi setiap tahunnya, namun mengalami penurunan," Timur menjelaskan. Aksi unjuk rasa ini, lanjut Timur, umumnya disebabkan olek ketidakpuasan akan penerapan kebijakan pemerintah.

Menurut Kapolri, pencurian dengan kekerasan bahkan pembunuhan sering terjadi di wilayah Polda Sumut, Sumbar, Sumsel, Polda Metrojaya, Jateng Jabar, dan Sulsel. "Tingkat kejahatan 2012-2014 cenderung meningkat diantaranya pencurian dengan kekerasan bahkan pembunuhan, penculikan dan pemerkosaan," tambahnya.

Hadir dalam acara pengarahan ini, antara lain, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Mensesneg Sudi Silalahi, Mendiknas M Nuh, Menhut Zulkifli Hassan, Menpora Andi Alifian Mallarangeng, Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, Seskab Dipo Alam, Panglima TNI Agus Suhartono, dan Jaksa Agung Basrief Arief.

SBY: Masih Ada Anggota Polri yang tidak Profesional

Presiden SBY saat tiba di Mabes Polri, Jakarta, untuk menyampaikan pengarahan, Selasa (17/1) siang. (foto: rusman/presidensby.info)

Selain memberikan sejumlah pencapaian, Presiden juga menyampaikan beberapa koreksi dan evaluasi terkait kinerja Polri. Presiden menilai anggota Polri masih ada yang tidak profesional, tidak siap, dan kurang responsif dalam menangani aksi kekerasan.

"Saya tahu karena saya mengikuti, saya bahkan bicara dengan Kapolres. Ada yang kurang responsif, kurang profesional, dan ada yang tidak tuntas sehingga dikesankan ada semacam pembiaran," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam arahannya kepada Perwira Tinggi dan Kombes Polisi di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (17/1) siang.

Poin evaluasi Kedua, masih adanya pelanggaran oknum Polri. Ketiga, mengenai kesalahan teknis di lapangan. Menurut SBY hal ini menunjukan tingkat profesionalisme Polri belum seperti yang diharapkan sehingga menimbulkan ekses yang tidak perlu.

Keempat, perihal reformasi birokrasi. "Meskipun saya melihat sejumlah hasil, namun publik --termasuk saya, masih menganggap perlu ditingkatkan sehingga 3-5 tahun mendatang Polri kita mendapat posisi yang luas di masyarakat, proses menuju polisi bertaraf dunia," SBY menjelaskan.

Oleh karena itu, Kepala Negara memaparkan enam elemen yang diharapkan dapat dijalankan oleh Polri. Pertama, diperlukan profesionalitas dan kapabilitas yang tinggi dari anggota kepolisian, termasuk skill dalam mengatasi Kamtibmas. Kedua, peningkatan kesiagaan. Ketiga, taktik dan teknik yang tepat. Keempat, personil yang cukup.

"Saya sering ingatkan, terus terang saja kalau massa 2000 tapi Polri-nya cuma 30 orang, ini tidak rasional. Tidak boleh seperti itu, harus rasional," SBY menegaskan. "Caranya, antisipasi, cadangan yang sudah siap, penambahan bisa dilakukan setiap saat dengan perlengkapan yang sudah siap," tambahnya.

Kelima, perlengkapan harus cukup dan memadai. Dan keenam, kepemimpinan lapangan harus efektif, tegas dan baik. "Jangan sampai anggota bergerak sendiri. Kesalahan di sekitar itu, bisa bablas sampai ke PBB, ke New York," Presiden menekankan.

Demokrasi Tetap Membutuhkan Kamtibmas

 Presiden SBY, didampingi Kapolri Jenderal Timur Pradopo, saat menyampaikan pengarahan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (17/1) siang. (foto: abror/presidensby.info)

Demokrasi tetap membutuhkan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Untuk itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Polri tetap memprioritaskan menjaga kamtibmas dan keamanan dalam negeri (kamdagri). Di era reformasi ini, ujar Presiden, Kamtibmas sering diabaikan.

"Bahkan ada yang menganggap (Kamtibtas) tidak penting seolah-olah dalam demokrasi hanya ada kebebasan dan HAM. Itu saya tegaskan salah besar," kata Presiden pada bagian lain arahannya di depan perwira tinggi dan Kombes Polisi di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (17/1) siang. "Negara manapun menganggap Kamtibmas tetap menjadi agenda penting untuk dijaga dan pelihara," SBY menambahkan.

Menurut Presiden, prasyarat agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka kondisi dalam negeri, termasuk Kamtibnas, harus baik dan kondusif. "Harapan masyarakat, mereka ingin situasi aman dimana pun berada. Terbebas dari ketakutan akan aksi kekerasan sehingga bisa menjalankan kehidupan sehari-hari dengan tenang," SBY menjelaskan. "Itu adalah domain Polri," tambahnya.

Dalam kesempatan ini, Kepala Negara menjelaskan bagaimana cara untuk menjaga Kamdagri dan Kamtibmas di era sekarang. Di era otoritarian, lanjut SBY, cara apapun seolah dibenarkan, militer dan politik bersama menjalankan tugas Kamtibmas. Kebijakan dan cara itu sudah dihentikan karena tidak sesuai dengan rule of law.

"Dengan tujuan yang sama, cara yang dipilih harus akuntabel dan sesuai dengan nilai demokrasi. Ini sepenuhnya domain Polri," Kepala Negara menekankan. Namun, dalam keadaan tertentu, bisa saja TNI ditugaskan membantu Polri.

Menurut SBY, tugas Polri akan semakin berat. Di era demokrasi sekarang, sering terjadi kebebasan yang keliru, termasuk kebebasan beraksi apapun yang dapat menimbulkan kerusuhan."Tidak ada di negara manapun freedom of action, bisa bertindak apa aja, kekerasan, bakar-membakar," ujar SBY.

Selain itu, unsur SARA juga masih kerap menjadi benturan dan kekerasan horizontal, termasuk media sosial yang kerap menyulut emosi dan tindakan berlebihan dari masyarakat kita. Ada juga motif dan kepentingan politik yang menimbulkan konflik yang melibatkan masyarakat.

"Tugas Polri makin sulit, tantangan semakin riil dan kompleks. Cara-cara otoritarian tidak bisa digunakan lagi," SBY menjelaskan. "Setiap tindakan saudara akan diketahui publik melalui media massa dan media sosial. Sementara itu, Kamtibmas harus tetap dijaga," tambahnya.

Untuk tetap memelihara Kamtibmas, Presiden menginstruksikan Polri untuk menjalankan tugas secara profesional dengan taktik yang tepat sehingga bisa dicegah jatuhnya korban jiwa di pihak sipil termasuk para perusuh. "Kerusuhan bisa dihentikan, tapi juga dapat dicegah jatuhnya korban yang tidak perlu. Jauhkan dan jangan mudah menggunakan peluru, mulai dari Kapolri sampai prajurit terdepan. Meskipun mereka rusuh, mereka adalah rakyat kita," Presiden menegaskan.

Terkecuali untuk kasus terorisme dan perompakan dimana mereka menembaki lawan-lawannya. "Itu bukan hanya self defense, tapi kalau bisa dilumpuhkan tanpa korban jiwa ya lumpuhkan,” SBY menambahkan.

Presiden memperkirakan dalam 5-10 tahun ke depan, keadaan seperti ini akan sering terjadi sampai demokrasi kita matang dan peradaban sudah menuju titik dewasa. "Polri di seluruh tanah air harus mampu menjalankan tugas penting ini," SBY menandaskan.

Keutuhan NKRI Merupakan Harga Mati

Presiden SBY menyampaikan pengarahan kepada Pati dan Kombes Polisi di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (17/1) siang. (foto: rusman/presidensby.info)

Presiden kembali menegaskan, kebijakan dasar Indonesia adalah bahwa kedaulatan dan keutuhan NKRI merupakan harga mati. Masalah yang terjadi di Papua dan Nanggroe Aceh Darussalam harus diletakkan dalam kebijakan tersebut. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan hal ini pada bagian lain arahannya di depan Perwira Tinggi dan Komisaris Besar Polisi di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (17/1) siang.

"Untuk Papua, bagaimana pun kedaulatan dan keutuhan NKRI harus ditegakkan. Tidak ada negara manapun di dunia ini yang membiarkan bagian dari negaranya melepaskan diri," Presiden SBY mengingatkan.

Namun demikian, hukum dan kamtibmas juga tidak boleh diabaikan. Kalau penegak hukum Indonesia dilarang untuk memproses sesuatu yang dianggap melanggar hukum, lanjut Presiden, itu tidak benar.

Selain itu, Presiden juga berpesan untuk mencegah terjadinya tindakan eksesif yang melebihi kepatutan dan berpotensi melanggar hukum dan HAM. "Saya tidak segan-segan kalau ada prajurit kita melanggar hukum, hukum ditegakkan. Kalau perlu hukum lapangan, biar dunia tahu,” Presiden SBY menegaskan.

Sedangkan untuk apa yang terjadi akhir-akhir ini di Aceh, Presiden mengimbau kepada anggota Polri untuk tetap menjaga kamtibmas dan penegakan hukum. "Akhir-akhir ini memang ada gangguan kamtibmas yang berkitan dengan Pemilukada," kata SBY.

Menurut Kepala Negara, situasi keamanan di Aceh jangan sampai mundur kembali seperti beberapa tahun silam. Keamanan dan ketertiban harus tetap dijaga. "Betapa malangnya saudara-saudara kita setelah puluhan tahun akhirnya bisa mencapai situasi ini, namun kemudian harus mundur kembali karena ambisi politik tertentu. Mari kita cegah dan jaga," Kepala Negara menandaskan.(presidenri.go.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar