Jumat, 24 Juni 2011

Hukum Merayakan Malam 27 Rajab

28 - Hukum merayakan malam dua puluh tujuh Rajab dan malam pertengahan Sya'ban

Pertanyaan: Mengenai malam dua puluh tujuh Rajab dan malam pertengahan Sya'ban yang dirayakan umat Islam setiap tahun di mana mereka membuat makanan berminyak dan sejenisnya. Apa pendapat Anda tentang ini?

Jawaban: Keduanya adalah Bid'ah (inovasi dalam beragama): Memperingati malam tanggal dua puluh tujuh Rajab dan pada malam pertengahan Sya'ban merupakan dua Bid'ah yang didasarkan pada bukti.

Tidak ada bukti bahwa Nabi Muhammad (saw) menyatakan bahwa malam dua puluh tujuh Rajab adalah Malam 'Isra' (Perjalanan Malam) dan Mi'raj (Kenaikan ke Surga).

Hadis terkait dalam hal ini tidak Shahih (otentik) menurut ulama.

Bahkan jika terbukti bahwa malam itu adalah Malam Mi'raj, tidak diperbolehkan merayakannya karena baik Rasulullah (saw) maupun sahabat (sahabat Nabi Muhammad), contoh/teladan kita, tidak merayakannya.

(Bagian No 3; Nomor Halaman 105)

Allah swt berfirman: "Sesungguhnya pada mereka itu ada teladan yang baik bagimu;... .", (QS.Al-Mumtahana 60:6)

Hal ini mencakup apa yang mereka kerjakan dan apa yang mereka tidak lakukan. Atau dengan kata lain, apa pun yang Nabi Muhammad (saw) meninggalkan harus kita meninggalkan dan apa pun yang dia (saw) lakukan harus kita lakukan.

Dengan demikian, merayakan malam pertengahan Sya'ban atau dua puluh tujuh Rajab atas dasar bahwa itu adalah Malam 'Isra dan Mi'raj, atau merayakan acara dari Maulid (hari ulang tahun) Nabi Muhammad (saw) pada tanggal dua belas Rabi'ul Awal, atau maulid yang lain, semacam Maulid Al-Badawy, Al-Husain, 'Abdul Qadir Al-Jilany, atau yang lain yang semacam dengan itu, maka semua ini tidak diperbolehkan dan menggambarkan tiruan dari bangsa Yahudi dan orang Kristen menyangkut pesta mereka.

Rasulullah (saw) melarang mengikuti polah mereka ketika dia bersabda: "Siapa saja yang menyerupai suatu kaum maka dia adalah salah satunya."

Hal ini tidak sesuai bagi bagi kaum Muslimin untuk menirukan musuh Allah baik dalam persoalan seperti ini maupun dalam hal-hal lain.

Seandainya perayaan malam pertengahan Sya'ban itu boleh, maka hal itu, sudah telah dilakukan terlebih dahulu oleh ahli keturunan Adam as yang merupakan Ciptaan Allah yang terbaik dan Rasul terakhir, Muhammad saw.

Dia (saw) pasti akan disahkan dan mengajarkannya kepada umatnya, karena dia (saw) merupakan yang paling tulus dari semua orang, yang menasehati kejujuran dan kebenaran.

Dia (saw) membimbing para pengikutnya untuk segala yang baik bagi umatnya dan memperingatkan mereka terhadap setiap kejahatan, karena secara otentik yang dilaporkan dalam Hadis Shahih Muslim berdasarkan otoritas Umar ibn Abdullah, bahwa Rasulullah (saw) bersabda: "Tidak pernah ada seorang nabi sebelum saya kecuali bahwa itu adalah tugas kepadanya bahwa dia harus membimbing umat untuk apa yang dia tahu bahwa itu baik bagi mereka dan memperingatkan mereka terhadap apa yang dia tahu bahwa itu jahat bagi mereka.

Tentu saja, Nabi kita (saw) adalah yang terbaik dari para nabi, yang paling sempurna dan yang terakhir dari mereka semua.

(Bagian No 3; Halaman Nomor 106)

Tidak akan ada nabi setelah Dia dan dia (saw) adalah satu yang paling patut menerima untuk memenuhi gambaran ini.

Dia (saw) tidak meninggalkan baik tetapi dia membimbing kita untuk itu dan tidak buruk tapi dia memperingatkan kita terhadap hal itu.

Seandainya perayaan malam pertengahan Sya'ban, Maulid Nabi, atau malam dua puluh tujuh Rajab itu boleh, maka Nabi (saw) pasti telah mendahului kita dalam hal itu baik dalam pernyataan maupun dengan merealisasikannya dan mengimplementasikannya ke dalam tindakan.

Dia (saw) pasti mengajarkan kepada umatnya.

Seandainya dia begitu melakukannya, Hal ini akan telah dilaporkan oleh para sahabat (semoga Allah meridhai mereka) orang yang paling dapat dipercaya dan orang-orang terbaik setelah para nabi, dan merekalah yang melaporkan untuk kita baik dari Al Qur'an dan Hadis Sahih (yang otentik) Sunnah dari Rasulullah (saw).

Mereka adalah para imam dan contoh bagi kita dalam rangka meneladani Rasulullah (saw).

Dengan demikian, tidak diperbolehkan bagi kita untuk menentang mereka dan melakukan inovasi dari apa yang mereka itu tidak mempraktekkannya dalam hal peribadatan maupun sebagai sarana untuk semakin mendekat kepada Allah.

Selain itu, orang-orang yang mengikuti mereka dengan tepat dengan iman itu tidak mempraktekkan kebiasaan ini.

Seandainya para sahabat melakukan ini, Tabi'un (Pengikut, generasi setelah sahabat Nabi) dan kemudian para pengikut mereka akan juga berbuat demikian.

Sejak tiga generasi terbaik dari Islam tidak merayakan baik Maulid Nabi, atau malam pertengahan Sya'ban, atau malam dua puluh tujuh Rajab, itu adalah untuk diketahui bahwa praktik-praktik ini adalah Bid'ah yang diperkenalkan oleh orang-orang.

Apalagi jika orang-orang dari generasi kedua atau ketiga melakukan inovasi sesuatu, ini bukan merupakan bukti yang dapat melegitimasi karena bukti berasal hanya dari Nabi (saw) dan sahabatnya.

Sebagaimana untuk hal ini Bid'ah - praktek untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad - itu tidak ada keberadaannya baik pada saat masa hidup Nabi Muhammad (saw) atau pada masa generasi pertama, kedua atau ketiga.

Sebaliknya, hal itu diperkenalkan pada generasi yang keempat.

Hal yang sama juga berlaku untuk seluruh Bid'ahs lainnya, wajib hukumnya untuk meninggalkan dan mewaspadainya.

Bid'ahs Tersebut mencakup apa yang kami sebutkan di atas yaitu Bid'ah dalam merayakan Malam Mi'raj, dan Bid'ah dalam merayakan malam dua puluh tujuh dari bulan Rajab, dan Bid'ah dalam merayakan malam pada pertengahan Sya'ban.

(Bagian No 3; Halaman Nomor 107)

Ada juga sebuah Bid'ah yang disebut Shalat-ul-Ragha'ib.

Hal ini disebut oleh beberapa orang yang melakukannya pada hari Jumat pertama bulan Rajab.

Hal itu juga merupakan sesuatu yang yang baru saja diciptakan dalam beragama.

Terdapat banyak bid'ah - bid'ah lainnya yang dilakukan oleh orang - orang.

Semoga Allah SWT melindungi segenap kaum Muslim dari hal - hal tersebut dan semoga Dia memberikan mereka pemahaman dalam beragama dan semoga Dia memberikan mereka keberhasilan dan kesuksessan dalam mengikuti dan mematuhi Sunnah, untuk tidak melampaui hal itu dan agar waspada terhadap Bid'ah - Bid'ah.(alifta.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar