Kamis, 26 April 2007

Saudi Tolak Boikot Hamas

RIYADH - Arab Saudi menolak permintaan Amerika Serikat agar tidak membantu keuangan pemerintahan Palestina pimpinan Hamas. Penolakan itu disampaikan oleh Saudi kepada Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice yang sedang berkunjung ke negara-negara Arab.

Rice kemarin juga melakukan kunjungan mendadak ke Lebanon. Tujuan kunjungan mendadak Menlu AS itu adalah untuk memberikan dukungan kepada Lebanon yang tengah berjuang mengikis pengaruh Suriah.

Sebelumnya, Mesir juga tidak mau memenuhi permintaan Washington untuk tidak membantu pemerintahan Hamas. Arab Saudi adalah salah satu donatur terbesar bagi Palestina.

Riyadh juga menyesalkan sikap Amerika yang tergesa-gesa menghentikan bantuan kepada Palestina sebelum melihat kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan baru pimpinan Hamas.

Dalam konferensi pers bersama dengan Rice Rabu malam lalu, Menlu Arab Saudi Pangeran Saud al-Faisal mengatakan bahwa semua bantuan untuk Palestina seharusnya hanya didasarkan pada pertimbangan kemanusiaan.

Sikap Riyadh itu sangat berbeda dari Washington. AS mengatakan akan tetap memberikan bantuan kemanusiaan, tetapi menghentikan bantuan untuk pemerintahan Palestina mendatang. Alasannya, pemerintahan itu dipimpin oleh Hamas yang dianggap oleh AS sebagai organisasi teroris.

Dukung Lebanon

''Kerajaan Saudi menegaskan komitmennya untuk tidak membuat prasangka yang terburu-buru,'' kata dia. ''Arab Saudi berharap, bantuan internasional untuk rakyat internasional seharusnya hanya berkaitan dengan kepentingan kemanusiaan.''

Penolakan Saudi itu dilakukan sehari setelah permintaan Rice ditolak oleh Mesir. Kairo memiliki pengaruh penting dalam isu Palestina, meskipun Mesir tidak lagi menjadi donatur utama.

Rice dijadwalkan berkunjung ke Uni Emirat Arab untuk bertemu dengan menteri-menteri dari negara-negara Teluk Arab. Diperkirakan, Menlu AS juga akan meminta mereka untuk tidak membantu keuangan pemerintahan Hamas.

Pemerintah Palestina membutuhkan bantuan sekitar 1,8 miliar dolar AS setiap tahun. Sejumlah pejabat Palestina mengatakan, Otoritas Palestina kini mengalami krisis keuangan.

Dari Beirut dilaporkan bahwa Menlu Rice tiba di ibu kota Lebanon itu dalam pengawalan ketat, kemarin.

''Satu-satunya tujuan kunjungan ini adalah menyampaikan dukungan bagi rakyat dan Pemerintah Lebanon. Mereka kini sedang berjuang untuk memulihkan kedaulatan mereka,'' kata Rice.

Ketegangan Politik

Kunjungan Rice itu dilakukan ketika ketegangan politik meningkat di Lebanon. Koalisi anti-Suriah yang mayoritas tengah berupaya menggulingkan Presiden Emile Lahoud (sekutu dekat Damaskus).

Menlu AS itu tidak mau bertemu dengan Presiden Lahoud. Sikap Rice itu memperjelas kesan bahwa Washington menginginkan Lahoud mundur.

''Lebanon membutuhkan presiden yang dapat melihat ke masa depan, bukan ke masa lalu. Sikap seperti itu akan mempertahankan kedaulatan Lebanon. Namun semua keputusan akan ditentukan oleh mereka sendiri,'' katanya.

Lawatan itu dilakukan secara mendadak, tanpa pengumuman terlebih dulu, karena dia merasa situasi keamanan di Lebanon belum normal. Dalam beberapa bulan terakhir, beberapa tokoh anti-Suriah dibunuh.

Ratusan tentara dan polisi Lebanon berpatroli ketika iring-iringan kendaraan Rice melintasi jalan-jalan di Beirut. Minibus Kedutaan AS berulangkali mengubah posisi untuk memastikan mobil yang ditumpangi Rice berada dalam perlindungan.

Menlu AS itu bertemu dengan sejumlah pejabat senior yang berjuang membebaskan Lebanon dari pengaruh Suriah. Dia mengatakan lawatan itu merupakan isyarat bahwa komunitas internasional mendukung Lebanon melepaskan diri dari intimidasi dan pendudukan tersembunyi oleh Suriah.

April tahun lalu, Damaskus menarik mundur tentaranya dari Lebanon. Namun sampai sekarang, Suriah masih menancapkan pengaruh politik ke negara tetangganya itu.

Rice menegaskan seruan Washington untuk melucuti senjata kelompok Hizbullah yang anti-Israel. Hal itu sesuai dengan Resolusi 1559 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar