Selasa, 03 April 2007

Yordania dan Arab Saudi Desak Kabinet Palestina Bekerjasama Global

Pemimpin Yordania dan Arab Saudi mendesak pembentukan kabinet koalisi di Palestina yang menjadi "langkah penting"segera bekerjasama dengan komunitas global guna mencapai harapan rakyat Palestina.

Pernyataan itu tercantum dalam komunike bersama yang dikeluarkan selama kunjungan singkat Raja Yordania Abduulah II ke Riyadh untuk mendiskusikan bersama Raja Arab Saudi Abdullah Bin Abdul Aziz tentang perkembangan terkini di kawasan ini, termasuk upaya proses perdamian antara Israel-Palestina, demikian AFP.

"Kedua Kepala Negara menilai pembentukan pemerintah persatuan Palestina sebagai langkah penting untuk membendung perpecahan Palestina dan mengakhiri anarki yang menimpa wilayah Palestina sejak beberapa bulan lalu. Mereka juga menekankan harapan bahwa kabinet baru Palestina akan bekerja bersama komunitas dunia guna memenuhi aspirasi rakyat Palestina," kata pernyataan itu.

Pernyataan kedua monarki pro-Barat itu kelihatannya merujuk diakhirinya blokade politik dan ekonomi selama setahun oleh AS, Uni Eropa dan pihak donor internasional terhadap pemerintah Palestina sejak kemenangan faksi garis keras Hamas dalam pemilihan pada Januari 2006.

Kedua pemimpin juga menyerukan, perundingan kembali antara Israel dan Palestina dalam upaya menciptakan negara Palestina merdeka yang hidup secara damai dengan Israel.

Pemerintahan baru Palestina telah dibentuk 15 Januari sesuai kesepakatan Makkah yang diprakarsai Arab Saudi antara faksi Hamas dan faksi Fatah pimpinan Presiden Mahmoud Abbas.

Israel telah memboikot kabinet baru Palestina, namun AS dan Uni Eropa mengatakan, mereka berkeinginan hanya melakukan kerjasama menteri kabinet non-Hamas hingga pemerintah baru itu memenuhi permintaan kuartet yakni mengakui negara Israel dan menghentikan kekerasan.

Para raja Yordania dan Arab Saudi menekankan pentingnya meluncurkan kembali inisiatif Arab tentang perdamaian Arab-Israel dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Liga Arab yang dijadwalkan akan berlangsung 28 Maret di Riyadh, kata komunike itu.

"Meskipun itu dapat digunakan, cetak biru yang pertama kali diambil dalam KTT Arab di Beirut tahun 2002 akan mengakhiri konflik Arab-Israel.

Rencana perdamaian Arab itu mempertimbangkan pengakuan terhadap negara Yahudi itu oleh seluruh negara Arab setelah Israel mundur dari semua wilayah Arab yang didudukinya sejak 1967, termasuk Jerusalem Timur.

Konsultasi tingkat tinggi Yordania-Arab Saudi itu terjadi menjelang kunjungan ke kawasan itu oleh Menteri Luar Negeri AS, Condoleezza Rice, yang juga akan menghadiri pertemuan kuartet (AS, PBB, Uni Eropa, dan Rusia) di Mesir pada Sabtu mendatang.

Para Menlu Yordania, Arab Saudi, Mesir, dan Uni Emirat Arab juga dijadwalkan akan menghadiri pertemuan Kuartet itu.

Su’ud al-Faisal, menteri luar negeri Arab Saudi pada hari kemarin mengeluarkan pernyataan bahwa tidak ada perubahan dalam rencana perdamaian Arab dan Israel.

Menurut laporan dari MEHR menukil dari AFP ucapan Su’ud al-Faisal disampaikan sehari setelah pertemuan empat negara dengan Rice, menteri luar negeri Amerika di Mesir. Keempat negara itu adalah Arab Saudi, Emirat, Yordania dan Mesir.

Arab Saudi adalah penggagas perdamaian negara-negara Arab pada pertemuan kepala-kepala negara Arab pada tahun 2002 di Beirut. Al-Faisal menegaskan: “Rencana perdamaian negara-negara Arab tidak akan mengalami perubahan, bahkan tidak akan ada penyesuaian. Sebelum ini juga saya sudah mengutarakan masalah ini sekitar 20 kali. Saat ini saya mengulanginya lagi”.

Rencana asli perdamaian negara-negara Arab adalah mundurnya Israel dari tanah yang didudukinya seperti sebelum diduduki sebelum tahun 1967. Sebagai gantinya, negara-negara Arab harus mengakui Israel sebagai negara berdaulat.

Ketika rencana ini disetujui, Israel tidak setuju dengan isinya. Namun, sekarang Israel menunjukkan reaksi menerima rencana itu dengan sedikit penyesuaian. Salah satu bagian yang diinginkan oleh Israel agar segera ada penyesuaian adalah kembalinya para pengungsi Palestina ke daerah yang dikuasai oleh PLO dan bukannya kembali ke Israel.

Terkait dengan pembicaraan keempat negara itu dengan Rice, menteri luar negeri Arab Saudi menjelaskan: “Pertemuan ini tidak ada hubungannya dengan perundingan kepala-kepala negara Arab di Riyadh”. Pertemuan itu akan dilaksanakan pada tanggal 29-29 bulan ini.

Pertemuan kepala-kepala negara Arab akan membicarakan juga masalah Timur Tengah dan Lebanon. Su’ud al-Faisal berharap bahwa rakyat Lebanon dapat mencari solusi bagi kemelut yang melanda negerinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar